Imam Syafi’i banyak berpendapat di dalam Al Umm yang
salah satu pendapatnya seperti ini:
عن عطاء
قال وإن أدركت العصر بعد ذلك ولم تصل الظهر فاجعل التى أدركت مع الامام الظهر وصل
العصر بعد ذلك
“Dari ‘Atho’, ia berkata, “Jika engkau mendapati waktu
‘Ashar dan belum melaksanakan sholat zhuhur, maka niatkan bersama imam dengan sholat
zhuhur, setelah itu barulah engkau melaksanakan sholat ‘Ashar.”
Sama halnya misal seorang yang masbuk menepuk pundak
seorang yang di depannya sebagai isyarat dia bermakmum, padahal si imam sedang
sholat sunnah dan si makmum tersebut sholat wajib, para ulama madzab Syafi’i
memperbolehkannya.
Kemudian riwayat lain yaitu dari Imam Bukhari
dan Muslim:
عَنْ جَابِرٍ قَالَ كَانَ مُعَاذٌ يُصَلِّى مَعَ
النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – ثُمَّ يَأْتِى قَوْمَهُ فَيُصَلِّى بِهِمْ
Dari Jabir,
ia berkata bahwa Mu’adz pernah shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia mendatangi
kaumnya dan mengerjakan shalat bersama mereka. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini
menunjukkan perbedaan sholat, bagi Muadz sholat sunnah, dan bagi kaumnya sholat
fardlu. Dalil ini menunjukkan sahnya sholat orang yang mengerjakan sholat
fardhu di belakang orang yang mengerjakan sholat sunnah.
Imam Abu Hanifah dengan pemikirannya juga
memperbolehkan perbedaan niat ini.
Bahkan ada yang menyebutkan meskipun imam tidak
mengetahui bahwa dia dijadikan imam, maka tidaklah mengapa karena itu bukan
merupakan syarat sah-nya berjamaah. Akan tetapi ketentuan ini tidak berlaku
untuk sholat Jum’at, karena di antara syarat sahnya sholat Jum’at adalah
dilaksanakan secara berjamaah. Pada sholat Jum’at ini imam harus berniat jamaah
sejak takbiratul ihram.
Hadits riwayat Bukhari, Muslim, dll. Rasulullah SAW
bersabda: “Sesungguhnya dijadikan imam untuk diikuti, ketika ia takbir maka
takbirlah, ketika ruku’ maka ruku’lah, ketika sujud sujudlah, ketika ia sholat
berdiri maka berdirilah ....”. Hadits ini menunjukan untuk mengikuti gerakan, ini dijelaskan pada kata setelahnya.
Komentar
Posting Komentar