Ada beberapa hadits yang menjelaskan tentang talqin ini, diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud dan At Tirmidzy dari Abu Sa’ied Al Khudry:
عَن أَبِىْ سَعِيدٍالْخُدْرِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَا لَ : لَقِّنُوامَوتَاكُمْ لاَأِلهَ أِلاَّاللهُ
(رواه مسلم وأبوداودوالترمذيّ)
Artinya: Dari Abu Sa’ied Al Khudry, ia meriwayatkan bahwa Nabi bersabda: “Talqinlah (tuntunlah, membaca) orang yang akan meninggal dunia (yang ada pada) mu dengan kata LAA ILAAHA ILLALLAH. (HR. Muslim, Abu Dawud dan At Tirmidzy)
مَوتَاكُمْ dalam Hadits di atas tidak dapat diartikan orang yang telah meninggal, karena tidak sesuai dengan hadits-hadits lain yang menyatakan bahwa akhir kata yang diucapkan orang yang menjelang kematian, akan merupakan khusnul khotimah untuk menuju syurga, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan At Tirmidzy:
مَن كَانَ اخِرَكَلَامِهِ لاَأِلهَ أِلاَّاللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ (رواه أحمدوابوداودوالحاكم)
Artinya: “Barang siapa yang akhir katanya LAA ILAAHA ILLALLAH maka akan masuk syurga.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Al Hakim)
Kata LAA ILAAHA ILLALLAH itu diucapkan sebelum meninggal, karena orang yang sudah meninggal tidak dapat dituntun untuk mengucapkan sesuatu. Menurut hadits tersebut jelas bahwa yang namanya talqin diberikan atau ditujukan kepada orang yang masih hidup / hampir mati / sakaratul maut. Namun demikian ada juga yang mengartikan MAUTAAKUM adalah orang yang sudah meninggal, makanya ketika ada orang yang meninggal dunia kemudian dibacakan Tahlil dan Dzikir. Menurut penulis perbedaan ini harus kita pahami dan kita hormati, karena mendo’akan orang yang sudah meninggal dunia itu juga dianjurkan, terutama bagi ahli waris / anak.
Dari tulisan ringkas di atas dapat disimpulkan bahwa talqin, itu hanya untuk orang yang masih hidup, sedangkan yang dibutuhkan oleh orang yang sudah meninggal dunia adalah do’a dari orang yang masih hidup.
Komentar
Posting Komentar