Niat
Sholat Imam dengan Makmum Berbeda
Bolehkah
orang yang melaksanakan sholat sunat menjadi imam orang yang melaksanakan
sholat fardlu? Atau dengan kata lain beda niat antara si imam dengan si makmum?
Untuk menjawab
pertanyaan atau permasalahan ini marilah kita lihat Hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhori, dalam sebuah Kitab yang berjudul “Syarah Hadits Pilihan
Bukhori-Muslim” karangan Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam yang judul
aslinya: Taisirul-Allam Syarh Umdatul-Ahkam pengarangnya Abdullah bin
Abdurrahman bin Shalih Ali Bassam, Penerbit:Maktabah As-Sawady
Lit-Tauzi’,Jeddah,cet.VII,1412/1992. Edisi Indonesia dengan penerjemah:Kathur
Suhardi, Penerbit:Darul-Falah,Jakarta,2004. Dalam Hadits Keseratus Dua Belas:
عَنْ
جَا بِرِبْنِ عَبْدِاللهِ رَضِىاللهُ عَنْهُمَاأَنَّ مُعَاذَبْنَ جَبَلٍ كَانَ
يُصَلِّى مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِشَا
ءَالآخِرَةَ ثُمَّ يَرْجِعُ أِلَى قَوْمِهِ فَيُصَلِّى بِهِمْ تِلْكَ الصَّلَاةَ “Dari
Jabir bin Abdullah Radhiyallahu Anhuma, bahwa Mu’adz bin Jabal pernah shalat
Isya’ yang akhir bersama Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, kemudian dia pulang
kepada kaumnya, lalu dia shalat Isya’ lagi bersama mereka.”
Tempat
tinggal Bani Salamah, kaumnya Muadz bin Jabal Al-Anshary di luar Madinah. Muadz
bin Jabal adalah orang yang sangat antusias mengerjakan kebaikan, dia juga sangat
antusiasikut shalat bersama Nabi SAW. Setelah dia mengerjakan shalat fardlu di
belakang beliau, maka dia menemui kaumnya lalu mngimami shalat itu bagi mereka.
Nah berarti shalat itu mrupakan nafilah bagi dirinya dan merupakan fardlu bagi
kaumnya. Yang demikian itu atas sepengetahuan Rasulullah SAWan Beliau
mengakuinya.
Dikalangan para ulama terjadi perbedaan pendapat tentang
keabsahan imamah orang yang shalat nafilah bagi orang yang shalat fardlu.
Pendapat yang pertama mengatakan tidak sah, mereka berhujjah dengan sabda
Rasulullah SAW,”Sesungguhnya imam dijadikan hanya untuk diikuti,maka janganlah
kalian menyalahinya.” Muttafaq Alaih. Perbedaan niat makmum dengan niat imam,
merupakan perbedaan antara makmum dengan imam.
Kemudian untuk pendapat yang kedua mengatakan sah, karena sesuai dengan
hadits tersebut diatas (Muadz bin Jabal). Kemudian dalil-dalil yang lain yang
digunakan sebagai hujjah untuk pendapat yang ke dua adalah, bahwa Rasulullah SAW
shalat bersama segolongan shahabat dalam shalat Khauf sebanyak dua rakaat,
kemudian salam, lalu beliau shalat lagi dengan segolongan shahabat yang lain
sebanyak dua rakaat, kemudian salam. Diriwayatkan
Abu Daud. Berarti shalat beliau yang kedua adalah shalat nafilah. Yang demikian
itu tidak dianggap bertentangan dengan imam, sebab pertentangan yang dilarang
seperti yang disebutkan dalam hadits ialah larangan mendahului imam ketika naik
dan turun. Karena setelah bersabda,”Sesungguhnya imam itu dijadikan hanya untuk
diikuti”, beliau bersabda,”Jika imam bertakbir, hendaklah kalian bertakbir
pula, dan janganlah kalian bertakbir hingga dia bertakbir…..” dan seterusnya.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan:
1.
Diperbolehkannya imamah yang shalat nafilah bagi orang yang shalat
fardlu. Hal ini bukan termasuk pertentangan yang dilarang antara makmum dan
imam, apalagi imamah shalat fardlu bagi orang yang shalat nafilah, ini jauh
lebih diperbolehkan.
2.
Boleh mengulang shalat fardlu, apalagi jika di sana ada
kemaslahatan, seperti qari’ Al Qur’an yang menjadi imam bagi yang bukan qari’,
atau ketika seseorang masuk masjid dan mendapati jama’ah shalat, meskipun
sebelumnya dia sudah mengerjakannya sendirian. Shalatnya bersama mereka
merupakan penyempurna kekurangan shalatnya sendirian.
Komentar
Posting Komentar