Tanya:
Pak Kyai Yth saya salah satu penggemar "Sejenak Bersama " yang Bapak asuh di koran sore Wawasan. Sekarang, saya ingin berpartisipasi dengan menanyakan hal-hal yang belum saya ketahui:
1. Apa yang kita lakukan bila suatu ketika kita menghadapi orang Islam yang sedang sakaratul maut.
2. Lebih utama mana, bila kita menshalatkan jenazah. Apakah di mesjid atau di rumah.
3. Bagaimana dengan jenazah yang beragama Islam tetapi tidak pernah ikut berjamaah di masjid, bahkan tidak pernah salat.
4. Bisakah salat jenazah yang berjamaah dilakukan lebih dari satu kali dengan imam dan makmum yang berbeda.
5. Yang saya tahu, yang diizinkan mengantarkan jenazah ke kuburan adalah laki-laki. Bagaimana dengan wanita yang masih termasuk keluarga si jenazah.
Mohon maaf Pak Kiai, karena banyak pertanyaan yang saya ajukan. Karena pertanyaan ini timbul dan saya kumpulkan karena sering berkaitan. Untuk penjelasan Pak Kiai, saya ucapkan banyak terima kasih.
(A. Niken R - Semarang)
Jawaban Gus Mus
Karena pertanyaan Anda cukup banyak, saya akan menjawab langsung satu persatu.
1. Apabila sudah tampak tanda-tanda kematian, bujurkan orang yang bersangkutan miring (dengan bagian tubuh sebelah kanannya di bawah) dan hadapkan wajahnya ke kiblat. Ini kalau bisa. Kalau tidak, ya biar terlentang dengan wajah saja dihadapkan ke kiblat.
Tuntunlah berzikir Laa ilaaha illallah (Sebaliknya jangan kita bilang Nyebutlah Laa ilaaha illallah, tapi kita katakan: "Mari kita berzikir Laa ilaaha illallah). Kalau dia sudah mengucapkannya, tidak perlu diulang-ulang. Menuntunnya lagi, kecuali bila setelah itu dia ngomong-ngomong lagi. Sebab ada hadis sahih yang menyatakan:
من كان آخر كلامه لا إله إلا الله دخل الجنة
"Barangsiapa akhir ucapannya di dunia Laa ilaaha illallah, dia akan masuk surga." (HR. Abu Dawud dan Hakim)
Juga disunnahkan kita membacakan surah Yasin di dekatnya.
Imam Abu Dawud meriwayatkan hadis yang berbunyi:
إقروا يس على موتاكم (رواه أبو داود)
"Bacakanlah Yasin orang-orang kalian yang akan meninggal." (HR. Abu Dawud)
2-3. Menurut Syafi'iyah, lebih utama di mesjid. Menurut Hanabilah, mensalati mayit di mesjid boleh asal tidak dikhawatirkan akan mengotori mesjid. Apabila dikhawatirkan mengotori, haram.
Sedangkan menurut Hanafiyah dan Malikiyah, mensalati mayit di mesjid hukumnya makruh. (Baca misalnya, Kitab Al Fighi ala Al-Madzaahib Al-Arba ah jilid I, cet. II, Penerbit At Tijariah Al-Kubra Mesir, hal. 527 atau Bidayat Al-Mujtahid jilid I, cet. III, Penerbit Musthofa Al-Baby al-Halaby Mesir, hal. 242-243)
4 Menurut Hanabilah, bisa. Menurut Syafi'iyah, malah sunnah. Sedang menurut Hanafiyah dan Malikiyah, makruh. (Lihat Kitab Al-Fiqh ala Al-Madzaahib Al-Arba ah seperti tersebut di atas, pada halaman yang sama).
5. Memang yang disunnahkan mengantar jenazah itu kaum lelaki. Kaum wanita tidak. Tetapi jika tidak dikhawatirkan terjadi "fitnah", wanita-apalagi masih keluarga orang yang meninggal sendiri boleh ikut mengantar; meskipun menurut banyak ulama hukumnya makruh. Kalau dikhawatirkan terjadi "fitnah", haram
Wallahu A'lam.
Dikutip verbatim dari KH. Ahmad Mustofa Bisri Fikih Keseharian Gus Mus Surabaya Khalista hlm 234-236.
Komentar
Posting Komentar