Begini Sistem Pengambilan Keputusan Keagamaan dalam Nahdlatul Ulama


Oleh KH. Munawir Abdul Fattah


Keputusan pembahasan masalah di lingkungan orang-orang NU dibuat dalam kerangka bermadzhab pada salah satu madzhab empat yang disepakati, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbal, dan mengutamakan bermadzhab secara qauly (yakni pendapat imam madzhab). 

Oleh karena itu, prosedur penjawaban masalah disusun dalam urutan: (1) dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab (tekstual) dan di sana terdapat hanya satu qaul wajh (qaul artinya pendapat imam madzhab, wajh artinya pendapat ulama madzhab) maka dipakailah qaul wajah sebagaimana diterangkan dalam teks itu; (2) dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab dan di sana terdapat lebih dari satu qaul/wajh maka dilakukan taqrir jama'i (upaya kolektif untuk menetapkan pilihan) demi memilih satu qaulwajh; (3) dalam kasus di mana tidak ada satu qaullwajh sama sekali yang memberikan penyelesaian maka dilakukan adalah prosedur ilhaq al-masail bi nazhairiha (menganalogikan kasus) secara jamai (kolektif) oleh para ahlinya. 

Dalam kata lain, dilakukan qiyas: (4) dalam kasus tidak ada satu sama sekali dan tidak mungkin dilakukan ilhaq maka bisa dilakukan istinbath jama (pembahasan/pengambilan keputusan secara kole tif dengan prosedur bermadzhab secara manhaji (mengikuti jalan pikiran dan kaidah penetapan yang telah disusun oleh para imam) oleh para ahlinya. Dalam kata lain, dilakukan ijmak.

Di dalam organisasi orang-orang NU (jam'iyah Nahdhatul Ulama) berlaku pengambil keputusan ter tinggi yaitu Muktamar (kongres), lalu ada Munas (Musyawarah Nasional Alim Ulama) yang biasanya diselenggarakan 1 kali dalam 1 periode di tengah tengah 2 Muktamar untuk membahas masalah masalah keagamaan.

 Di dalam pengambilan keputusan an suatu masalah agama orang-orang NU telah ber sepakat: (1) Seluruh keputusan bahtsul masail di lingkungan NU diambil dengan prosedur yang telah disepakati, baik yang diselenggarakan dalam struktur organisasi maupun di luarnya mempunyai keduduk an sederajat dan tidak saling membatalkan: (2) Suatu hasil keputusan bahtsul masail dianggap mempunyai kekuatan daya ikat lebih tinggi setelah disahkan Pengurus Besar Syuriyah NU tanpa harus menunggu Musyawarah Nasional Alim Ulama maupun Muk tamar

Di dalam mengambil keputusan, biasanya orang orang NU sangat teliti dan hati-hati. Sakit hati hatinya, orang lain bilang NU "tradisional", meski tidak ada hubungan istilah itu dengan model peng ambilan keputusan. Misalnya, dijumpai dalam satu kasus adanya sejumlah pendapat ulama, sudah tentu harus dilakukan pemilihan salah satu; satu yang di pilih itu harus lebih kuat argumentasinya dan harus pula lebih maslahat.

 Sekiranya masih terjadi perbedaan makna seyogyanya: (1) memilih yang sudah disepakati Imam Nawawi dan Rafi'i; (2) pendapat yang dipegangi oleh an-Nawawi saja; (3) pendapat yang dipegangi ar-Rafi'i saja; (4) pendapat yang didukung mayoritas ulama; (5) pendapat ulama yang terpandai; ( pendapat ulama yang paling wira'i." []

* Kep. Munas Alim Ulama di Bandar Lampung, 25 Januari 1992.

Dikutip verbatim dari KH Munawwir Abdul Fattah Tradisi Orang-orang NU Yogyakarta Pustaka Pesantren hlm 30-32.

Baca Juga

Komentar