Sains vs Qur'an


Ust Ahmad Sarwat LC MA

Yang kita sepakati bahwa antara Sains dan Al-Qur'an kurang tepat untuk diperbandingkan, apalagi dipertentangkan. 

Kalau di masa lalu banyak orang kafir menghina Al-Quran sebagai mantera sihir, maka di masa modern mereka menghina al-Quran lewat jalur mempertentangkan ayatnya dengan kebenaran sains.

Mungkin karena di masa kini orang merasa sudah mencapai derajat ilmu sains yang tinggi, lalu fakta-fakta sains itu sekilas enak untuk dipertentangkan dengan teks-teks kitab suci, khususnya Al-Quran. 

Sebenarnya trik ini merupakan hal yang sia-sia bahkan kekanak-kanakan. 

Kekanak-kanakan bagaimana?

Karena sama saja kita mengkritik syair lagu karya para pujangga dengan sains. Bukan berarti kita menyamakan Qur'an dengan karya pujangga. Namun ini sekedar perbandingan saja. 

Misalnya saja lagu anak-anak yang populer itu : 'Bintang Kecil'. Tentu lagu ini tidak diciptakan sebagai lagu untuk membedah sains di bidang astronomi. Lagian, buat kanak-kanak di TK, ngapain juga bicara astronomi. Belum saatnya, bukan? 

Coba perhatikan liriknya yang indah dan pastinya sudah kita hafal bersama.

Bintang kecil di langit yang tinggi
Amat banyak menghias angkasa
Aku ingin terbang dan menari
Jauh tinggi ke tempat kau berada

Jangan sekali-kali lirik lagu ini dikritik pakai ilmu astronomi modern. Jadi rusak semua nanti.

Bayangkan, bagaimana bisa kita terbang dan menari ke tempat dimana bintang itu berada. 

Naik apa kesana nya? Terbang pakai sayap? Padahal baru di ketinggian 8.000 km dari permukaan laut, kita sudah sesak nafas. Oksigen di ketinggian itu sangat tipis. 

Keluar atmosfer pastinya nol oksigen plus kita kehilangan tekanan pula. Apalagi terkena sinar UV matahari langsung, langsung jadi perkedel. Selama ini kita hidup aman di bawah lapisan atmosfer. 

Lalu berapa km ketinggian bintang?

Tentu saja bintang itu jauh tinggi, tinggi sekali bahkan. Jauh di luar atmosfer kita. Mengukurnya tidak lagi pakai km tapi pakai tahun cahaya. 

Bintang paling rendah (baca:dekat) adalah Proxima Centauri yang berjarak sekitar 4,2 tahun cahaya dari Matahari. 

Ini yang paling dekat. Kalau kita naik vasel berkecepatan cahaya pun, sampai sana 4 tahun kemudian. Anak kita yang menyanyikan lagu bintang kecil sampai sana sudah kelas 4 SD. 

Bintang lain ada yang tergolong dekat juga adalah Wolf 359. Jarak lebih jauh yaitu 7,78 tahun cahaya dari bumi kita. 

Anak kita sampai sana sudah kelas 1 SMP. Tentu sudah tidak lagi nyanyi bintang kecil, tapi sudah ganti judul : Bidadari Turun Dari Angkot. 

Sedangkan ungkapan bahwa bintang itu amat banyak, nampaknya benar. Tapi nyaris tidak tergambar di kepala anak-anak kita di TK. 

Karena di galaksi Bimasakti kita ini saja setidaknya terdapat sekitar 200 sampai 400 miliar bintang. Tentu tidak semua nampak di mata. 

Galaksi Bima Sakti kita ini diperkirakan oleh para ilmuwan berdiameter 100.000 tahun cahaya dengan ketebalan 1.000 tahun.

So, sangat amat tidak lucu kalau kita mengkritik lagu bintang kecil dengan pendekatan astronomi modern, cuma gara-gara kita tidak suka dengan pengarangnya. Itu namanya kekanak-kanakan. Masa kecil kurang bahagia. 

Maka mengktirik Al-Quran pakai pendekatan sains modern kurang lebih begitu juga. Sebab Allah SWT sebagai Tuhan Yang jadi Pencipta alam semesta, tidak mengirim pesan dalam Al-Quran berisi informasi sains. 

Ilmu Allah SWT tentang alam semesta silahkan diteliti langsung oleh manusia lewat kemampuan akal, indera dan kemajuan sains yang dikumpulkan sepanjang zaman. 

Tapi jelas tidak penting untuk disisipkan dalam 6.236 ayat yang turun. Lagian, pada waktu diturunkannya di abad ke-7 masehi, peradaban manusia masih jauh dari apa yang kita kenal sekarang. 

Tidak bisa dibayangkan kalau di masa itu Qur'an bicara tentang astronomi modern abad 21, pasti terjadi guncangan yang luar biasa. 

Maka wajar kalau bahasa yang digunakan Al-Quran adalah bahasa yang mencerminkan pandangan manusia di masa itu. 

Adalah sangat wajar kalau Qur'an tidak pernah menyebutkan bahwa bumi ini berputar pada porosnya (rotasi) dan juga mengelilingi matahari (evolusi). Toh untuk zaman mereka, informasi kayak gitu belum terlalu penting. 

Sebagaimana wajar juga kalau Qur'an tidak pernah bicara tentang fenomena ditemukannya mesin uap, listrik, komputer, internet, WiFi, 3G, 4G dan 5 G. Artificial Inteligent (AI), robot android, mainframe, dan aplikasi GoFood. 

Sebab Al-Quran bukan majalah sains, bukan jurnal ilmiyah LIPI, bukan laporan NASA, bukan pula diktat kuliah fisika, kimia, biologi atau matematika. 

Qur'an adalah kitab syariah, kalau pun ada ayat-ayat kauniyah, isinya bukan rumus kimia dan fisika. Namun mengarahkan manusia untuk memperhatikan, meneliti, dan menguak rahasia di alam semesta. Bukan ayat Qurannya yang diotak-atik. 

Lebih detail lagi, semua saya tulis dibuku yang free tidak usah beli. Silahkan download untuk dibaca dan dipelajari. Tapi jangan diprint untuk dijual. 

Baca Juga

Komentar